SIFAT MANUSIA_1
INGIN
DIAKUI
Saya
memahami satu sifat manusia, yaitu ingin diakui keberadaannya. Ternyata masalah
ini tidak hanya terjadi di dunia shinobi, namun juga dalam kehidupan nyata.
Merasa dirinya penting dan harus diakui oleh banyak orang. Tidak hanya diakui,
namun juga ingin setiap perkataannya didengar dan dianggap penting. Banyak
orang merasa tidak nyaman dalam suatu kelompok orang baru yang belum mengetahui
dan memahami karakter orang tersebut. Menurut pemikiran saya itu dikarenakan
tidak semua apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang menurut sudut pandang
kelompok orang baru yang beragam jenis sifat dan wataknya itu menarik dan
penting untuk disimak. Dan disaat apa yang dibicarakan dan dilakukan tidak
mendapat perhatian penuh, sipelaku merasa dirinya tidak dianggap.
Manusia
diciptakan dengan sifat dan watak yang berbeda, sungguh Maha Besar Sang
Pencipta, dapat menciptakan manusia sebanyak itu dengan sifat yang berbeda.
Namun, tidak semua manusia ingin diakui keberadaannya. Ada sifat manusia yang
tidak ingin dirinya diketahui banyak orang, merasa dirinya tidak penting, atau
bisa dikatakan bahwa ia tidak banyak peduli atau tidak tertarik dengan
lingkungan sekitar.
Sebagai
contoh, seorang teman saya, sebut saja namanya Dewi. Menurut pengamatan saya,
ia tidak suka berada di kelompok orang baru. Bahkan ketika memang ia harus
berada di kelompok orang baru, ia selalu saja menghindar. Ia mengatakan pada saya
bahwa ia kurang bisa bersosialisasi dan daripada ia menjadi marah karena sifat
orang baru yang ia tidak suka, jadi ia lebih baik pergi sampai ia memahami orang
tersebut. Namun ia menyatakan ada kesulitan, ia kesulitan ketika ada laki-laki
yang mencoba “mendekati”nya. Ia sadar bahwa ia akan menikah dan menerima orang
baru dalam hidupnya, namun sejauh ini ia belum bisa untuk berhubungan lebih
jauh. Butuh waktu, waktu yang dibutuhkannya.
Hal
di atas berbeda dengan kasus yang ini, teman saya juga, Eka. Ia berbeda dengan
Dewi, ia sangat suka bersosialisasi. Eka adala tipe orang yang banyak bicara,
mungkin saja ia bercita-cita sebagai MC sebuah acara. Sayangnya, Eka merasa
terkadang orang baru yang ia ajak berbincang kurang merespon dan tidak terlalu
memperhatikan. Seolah-olah bahwa lawan bicara seperti mengabaikannya. Ia
bertingkah seolah ia memang harus diperhatikan. Memang Eka adalah lawan bicara
yang menarik, namun tidak semua bahan bicaraannya wajar dan menarik perhatian
orang lain. Dan juga tidak semua orang menerima dan memberi umpan balik
terhadap apa yang dikatakan Eka. Dari perasaan itulah, terkadang Eka malah
menjadi berpikir negatif terhadap orang yang diajak bicara.