Sinopsis
Novel “Guru Aini”
Novel
Guru Aini merupakan prekuel dari Novel Orang-Orang Biasa karya Penulis Novel
Tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Novel ini merupakan karya ke-12 Pak
Cik Andrea Hirata, dengan novel sebelumnya adalah Orang-Orang Biasa. Novel ini diterbitkan pada Bulan Januari 2020
oleh Penerbit Bentang Pustaka dan didistribusikan oleh Mizan Media. Novel ini
memiliki tebal kurang lebih 336 halaman.
Novel ini memiliki tampilan fisik hampir serupa dengan Novel sebelumnya,
Orang-Orang Biasa yaitu dengan sampul berwarna kuning yang sedikit gelap hampir
ke hijau lumut. Jika pada bagian sampul depan novel Orang-Orang Biasa terdapat
gambar sesosok lelaki bertopeng monyet, maka di novel Guru Aini ini terdapat
sepasang sepatu olahraga berwarana putih bergaris-garis merah yang sudah lusuh.
Novel ini seperti flashback dari Novel Orang-Orang Biasa. Karena ternyata
alasan kenapa 10 sekawanan sahabat itu melakukan perampokan yang luar biasa
hebat di dunia tidak lain karena Aini, tokoh utama dalam cerita ini.
Novel
Guru Aini ini berlatar di sebuah pulau terpelosok nun jauh dibagian selatan
pulau Sumatra, daerah Ketumbi, Pulau Tanjong Hampar. Dulu daerah itu masuk
dalam wilayah Sumatra Selatan. Bahkan untuk sampai disana memerlukan waktu
sekitar 3 hari 3 malam melalui perjalanan darat, dengan menaiki beberapa bus
dan harus berlayar dengan kapal barang yang memuat apa saja untuk berjam-jam
karena badai dan ombak sering membuat kapal itu terombang-ambing lebih dari
waktu yang diperkirakan.
Gaya
bercerita si penulis dalam novel ini yaitu menggunakan sudut pandang orang
ketiga tunggal, yaitu penulis mengetahui seluruh isi dan jalan cerita. Cerita
dalam novel ini memiliki alur campuran, yaitu didalamnya terdapat alur maju dan
mundur (flashback). Novel ini
menceritakan perjuangan seorang Guru Matematika, yaitu Guru Desi. Guru Desi ini
bersikeras ingin menjadi guru matematika, tujuannya sangat mulia yaitu ingin
mencerdaskan bangsa ini dari kebodohan yang panjang. Perjalanan Guru Desi
tidaklah mudah untuk menjadi Guru Desi yang dipandang sebagai guru Hebat dan
eksentrik. Perjalanan Guru Desi dimulai saat ia lulus dari studinya dan
akhirnya mendapat tempat pengabdian di Ketumbi, Pulau Tanjong Hampar. Ia harus
menempuh perjalanan yang sulit dan panjang bahkan ia rela meskipun ia tahu ia
tak tahan dalam perjalanan kapal. Berbekal tas carrier besar dipunggung dan sepatu olahraga hadiah dari Ayahnya
yang tak pernah ia lepaskan serta buku The
Principles of Calculus yang selalu ia tenteng selama perjalanan. Seperti kita tahu bahwa pendidikan di daerah
pelosok masih belum mengalami kemajuan, baik dai segi sumber daya pengajarnya
maupun dari kualitas muridnya. Inilah tantangan Guru Desi selama mengabdi di
Tanjong Hampar, ia ingin menjadi guru yang berhasil dan mengubah murid yang
tidak bisa menjadi bisa.
Akhirnya
Guru Desi menemukan satu murid genius, yaitu Debut Awaludin. Ia tak hanya
genius, tapi juga terampil dan kreatif. Baginya matematika bukanlah hal sulit.
Guru desi ingin mengajarkan matematika secara langsung kepada Debut, hingga ia
menyiapkan bangku khusus untuk Debut belajar di rumah dinasnya. Namun Guru Desi
kecewa berat, karena Debut mengundurkan diri sebagai muridnya dan memilih
menjadi anggota penghuni kursi belakang. Sejak saat itu, sepatu olahraga
bergaris merah hadiah dari ayahnya tak pernah ia ganti hingga akhirnya Guru
Desi bertemu seorang siswa bebal, yaitu Aini, anak Dinah kawan Debut, para
penghuni bangku belakang.
Dalam
novel ini, juga menceritakan kisah sesungguhnya bagaimana Aini atau Nuraini binti
Syafrudin, membawa nama ayahnya Syafrudin, seorang anak dari salah satu dari 9
sekawanan yaitu Dinah. Aini memang benar menuruni bakat Ibunya dalam hal matematika. Bagaimana bisa setiap
mendengar kata matematika dan setiap pelajaran matematika di sekolah perutnya
menjadi sakit, dan anehnya lagi sakit itu sembuh seketika saat pelajaran
matematika selesai. Hingga akhirnya saat masuk SMA, ayah Aini jatuh sakit.
Sudah dibawa ke banyak paranormal, namun tak ada juga yang berhasil
mengobatinya. Hingga ada seorang paranormal yang mengatakan bahwa penyakit
ayahnya tak dapat disembuhkan, hanya dokter ahli yang bisa menyembuhkan
penyakit ayahnya. Sejak saat itu, Aini bercita-cita akan mejadi dokter dan
masuk fakultas kedoteran.
Tekadnya
untuk masuk fakultas kedokteran demi menyembuhkan ayahnya, ia akhirnya pindah
ke kelas Guru Desi, kelas yang dianggap semua siswa adalah neraka, kandang
singa dan lainnya. Namun Aini tetap bersikeras untuk tetap masuk ke kelas Guru
Desi dan ke rumah Guru Desi. Bagai melewati gurun, jalan AIni tidaklah mudah.
Ia harus kena damprat Guru Desi setiap ia belajar.
Cerita
dalam novel ini mengajarkan banyak sekali pelajaran kehidupan, atau bahasa
kerennya Slice of Life. Mengajarkan kita untuk tetap gigih, berusaha dan
pantang menyerah demi menggapai cita-cita. Bagaimanapun keadaannya, jika kita
berusaha dan percaya, niscaya Yang Maha Kuasa akan selalu member pertolongan.