Minggu, 17 Januari 2016

Makanan Cireng (Aci Goreng)

CIRENG

Cireng (singkatan dari aci goreng, bahasa Sunda untuk 'tepung kanji goreng') adalah makanan ringan yang berasal dari daerah Sunda yang dibuat dengan cara menggoreng campuran adonan yang berbahan utama tepung kanji atau tapioka. Makanan ringan ini sangat populer di daerah Priangan, dan dijual dalam berbagai bentuk dan variasi rasa. Makanan ini cukup terkenal pada era 80-an. Bahan makanan ini antara lain terdiri dari tepung kanji, tepung terigu, air, merica bubuk, garam, bawang putih, kedelai, daun bawang dan minyak goreng.
Seiring dengan perkembangan zaman, cireng telah terinovasi hingga variasi rasa yang ada mencakup daging ayam, sapi, sosis, baso, hingga keju dan ayam teriyaki. Bahkan inovasi tidak hanya secara rasa namun bentuk, contohnya adalah cimol. Sekarang Cireng tidak hanya terdapat di Priangan saja, tetapi sudah menyebar ke hampir seluruh penjuru Nusantara. Cireng yang dulu pada umumnya dijual oleh pedagang yang menaiki sepeda dengan peralatan membuat Cireng di bagian belakang sepedanya, bahkan telah tersedia online cireng.
            Tidak hanya di daerah pulau Jawa saja Cireng beredar. Namun, cireng juga telah sampai di Bengkulu, kota kecil yang banyak orang tidak tahu dan tidak dikenal. Aku pernah menemukan orang berjualan cireng di kota Bengkulu di daerah sekitar kampus Universitas Bengkulu. Cireng dijual bersama kawan-kawannya seperti bakwan, tahu isi, pisang goreng, tempe goreng, pisang coklat (piscok), dan lainnya. Cireng di Bengkulu sendiri terbuat dari bahan utama tepung kanji atau tepung aci dengan isi berupa sambal kacang tanah kental seperti sambal pecel atau lotek. Atau bisa juga berisi sambal cabe biasa. Cireng juga bisa dimakan dengan saus sambal jika bagian dalam cireng tidak berisi.
            Sedangkan cireng yang yang pernah saya temui di daerah Palembang dekat Kambang Iwak kecil, cireng bisa beraneka isi seperti baso pedas, sosis, ayam, abon dan lainnya. Namun, terdapat sedikit perbedaan cireng yang ada di Bengkulu dengan di Palembang. Di Palembang, cireng tidak terbuat dari bahan utama aci, melainkan tepung topioka biasa. Dan rasanya juga hanya seperti tepung goreng berisi saja. Tidak ada rasa khas dari cireng sesuai literatur dan sumber yang terpercaya. Menurut teman saya yang pernah tinggal di Bogor, cireng asli Bandung seperti cireng yang ada di Bengkulu dimana terbuat dari tepung aci yang digoreng. Namun, bentuknya beragam seperti bintang, bulat, persegi panjang, love (waru) dll.
Meskipun cireng di Bengkulu belum memiliki variasi isi seperti di Palembang, namun cireng di Bengkulu lebih menarik jika dilihat dari sudut pandang rasa. Di Bengklu sendiri cireng kurang dikenal dan disukai. Menurut beberapa narasumber yang ada di tempat jualan cireng dan lebih memilih membeli gorengan lain , “cireng rasanya seperti aci goreng. Kenyal dan susah digigit. Memang rasanya enak, namun karena tidak terbiasa memakan itu (cireng) jadi saya lebih suka membeli gorengan saja”. Ada juga yang mengatakan “cireng itu kan Cuma aci goreng, saya juga bisa buat itu di kosan. Tinggal beli tepung aci ditambah minyak kemudian langsung digoreng. Sudah, begitu saja selesai, untuk apa beli”.


Cireng memang aci goreng mbak, gorengan lain juga kalo mbak mau buat sendiri juga bisa. Mau buat tahu isi? Beli tahu kepong, sayuran wortel, kubis, seledri, tepung terigu untuk pembungkusnya dicampur digoreng. Sudah mbak, selesai kan? (jika saja aku punya keberanian menjawab itu, hehe). 

Berbagi cerita PKL hari ke-1

Jumat, 15 januari 2016
Ini adalah hari pertama aku magang atau kerja praktek di salah satu perusahaan minyak dan gas swasta di Provinsi Sumatra Selatan, Medco E&P Indonesia. Aku dan teman sekelas plus seangkatanku, Raufelina Febriama atau lebih dikenal Rara magang di tempat tersebut. Aku, yang notabene adalah makhluk tak tahu malu, hanya menumpang magang disana berkat Rara yang memiliki seorang Paman yang bekerja di perusahaan tersebut. Dan aku, hanya menumpang mulai dari info ada lowongan untuk magang disana sampai aku berada di perusahaan ini, saat ini. Mungkin bisa dikatakan bahwa urat maluku sudah tidak ada. Aku menumpang mulai dari keberangkatan sampai menginap ditempat Paman Rara bahkan aku mendapat diskon untuk membayar kontrakan. Bukankah aku beruntung? Namun, disatu sisi aku merasa tidak enak.
Hari pertama magang, kami berangkat sekitar jam 07.00 pagi dari rumah Paman Rara, diantar oleh keluarga Rara menuju kontrakan. Kontrakan yang terbilang mewah bagiku. Kontrakan yang mungkin apabila hanya ada aku sendiri mungkin tidak akan menyewa tepat itu. Bagaimana tidak mewah? Pertama aku diberitahu harga sewa perbulannya Rp 1.500.000,- aku kaget? Wah itu sih bisa untuk sewa kontrakanku di Bengkulu selama setengah bulan. Gilaa..apakah memang semahal itu di Palembang ini atau memang sesuai fasilitas? Namun, ketika aku sampai di kontrakan tersebut, aku tidak menyangkal dan tidak menawar lagi harga yang diberikan. Dengan harga segitu diberi fasilitas pendingan ruangan, bukan kipas kecil melainkan AC, dengan 2 buah kasur plus dipan yang dilengkapi dengan spray, selimut dan dua buah bantal. Serta perabotan seperti lemari kayu yang besar, meja kayu dan tempat dapur. Bahkan, di kamar mandi tersedia alat mandi shower. Dan lagi closet nya bukan lagi closet jongkok, melainkan closet duduk seperti di tv.
Aku berdecak kagum melihat ruangan kontrakan pilihan keluarga Rara. Mungkin jika aku yang mencari kontrakan, aku akan mencari kontrakan dengan harga semurah-murahnya. Masalah fasilitas itu bisa dipikir nanti. Aku merasa ciut lagi ketika itu. Apakah memang aku yang tidak terbiasa dengan hal seperti ini atau bagaimana? Namun, aku bersyukur berasal dari keluarga yang bisa dibilang sederhana. Karena jika bukan dari keluarga sederhana, tentu saja aku akan kesusahan melengkapi hidupku. Satu pelajaran kehidupan yang bisa kudapat dari sini : sepertinya aku tidak cocok menjadi orang kaya, sederhana adalah gaya hidupku, tak akan berubah.
Setelah melihat kontrakan, kami langsung berangkat ke kantor. Disaat itu jam menunjukkan hampir jam 8. Dan kami sampai di kantor yang jaraknya tidak terlalu jauh namun melelahkan jika berjalan kaki jam 8 lebih. Kami menuju pos satpam dan menukarkan kartu identitas berupa KTP dengan kartu identitas pengunjung. Kami langsung menuju tempat tempat Pak Erdyan, HRD perusahaan tersebut. Ketika sampai disana, Pak Erdyan tidak ada, sehingga kami harus menunggu. Banyak pegawai berlalu lalang dan menanyakan apa keperluan kami.
“Cari siapa, Dik?” tanya seorang pegawai.
“Pak Erdyan, Pak,” jawab kami.
“O Pak Erdyannya tidak ada, masih dikantin. Mungkin sebentar lagi kembali,”
Hampir setengah jam kami menunggu didepan ruangan. Akhirnya Pak HRD datang dan menyuruh kami masuk.
“Udah lama ya? Ayo masuk,” Ajak beliau.
Map berisi berkas-berkas penting kusodorkan pada beliau dan langsun beliau cek kelengkapannya. Kemudian, kami diperlihatkan sebuah video mengenai perusahaan tersebut dan beliau pergi meninggalkan kami untuk ganti pakaian. Setiap hari jumat, seluruh pegawai harus mengikuti senam atau olahraga bersama. Sehingga pada hari jumat seluruh mahasiswa magang harus mengikuti olahraga juga. Sedikit lama kami menunggu beliau setelah video tersebut selesai. Dan akhirnya kami di ajak untuk menemui pembimbing lapangan kami, beliau bernama Rustian Aquadesianto OH. Sebuah nama yang ilmiah, menurutku.
“Seharusnya sebelum kalian ke sini, berkas ini dikirimkan ke universitas dulu, baru setelah itu kalian datang bersama berkas ini,”
Beliau menjelaskan berbagai peraturan sesuai berkas yang diberikan pada kami perpoint dan sangat detail menjelaskannya. Bagaimana etika dan tata tertib bagi mahasiswa magang seperti kmai yang masih bloon. Jadwal kami berada di kantor adalah mulai pukul 07.00-16.00 dimana dari jam 12.00-13.00 adalah waktu istirahat. Dan tersedia kantin di perusahaan tersebut. Dalam satu minggu, weekend hari sabtu-minggu adalah hari libur. Sedangkan jika berada di lapangan, tidak ada hari libur alias full time to work.   
Sampai di kantor utama, kami diserahkan pada seorang pegawai wanita, berambut panjang dan ramah, menurutku. Karena pembimbing lapangan sedang sibuk, kami hanya duduk di tempat salah seorang pegawai yang orangnya tidak ada. Mungkin sekitar setengah jam kami hanya duduk menunggu tanpa kejelasan. Kemudian datang seorang bapak-bapak yang ternyata adalah Fac Manager. Kami diajak memasuki ruangan beliau. Dan diajak berbincang sebentar sebelum pak pembimbing lapangan kami datang.
Karena ini baru hari pertama, kami diberi jadwal selama kami magang beserta materi yang begitu banyak jumlahnya. Kami disuruh membaca sekilas mengenai materi tersebut. Namun, karena kami tidak membawa perangkat komputer sehingga kami hanya duduk-duduk kembali ditempat yang tadi. Sungguh membosankan. Namun apa boleh buat. Kami hanya duduk mengobrol sesuatu hal yang tidak jelas sampai jam pulang. Dan sialnya lagi, pintu akses keluar hanya bisa terbuka dengan ID card. Sehingga kami tidak bisa keluar dan masuk sesuka hati, harus menunggu orang lain lewat. Pak HRD mengatakan pada kami bahwa ada mahasiswa lain yang juga magang. Dimana mereka memegang satu ID card untuk akses pintu keluar-masuk. Namun, sampai hari pertama kami magang, kami belum juga bertemu dengan mereka untuk mendapatkan ID card.
Jam 4 sore kami pulang. Hujan gerimis sedikit lebat mengguyur kota Palembang sekitar tempat kami bekerja. Bahkan peribahasa yang sudah lama mengakar, sedia payung sebelum hujan yang memiliki arti pun kami abaikan. Kami pergi tanpa persiapan apapun. Payung tidak ada, yang ada hanyalah basah kuyup akibat hujan. Di depan kantor, terdapat alfamart dan kami berbelanja kebutuhan di kontrakan serta persediaan makanan. Dan akhirnya kami bermalam untuk kali pertama di kontrakan yang baru.
Ada sedikit rasa rindu. Rasa rindu terhadap keluarga, ibu, bapak, adik, teman-teman dekat. Merasa asing berada di tempat orang. Merasa sendiri, padahal aku tidak sendiri. Ada rasa ingin menangis dan bercerita bahwa sebenarnya aku sedikit takut berada di sini. Namun inilah keputusanku untuk berada di sini. Mungkin inilah yang dirasakan oleh orang yang jarang pergi jauh.