Rabu, 11 Desember 2013

the lesson-3

Tidak hanya Andrea Hirata yang memiliki ayah juara nomor 1, aku juga. Aku juga memiliki ayah juara nomor 1. Pernah, ayah ku melakukan suatu hal dimana itu di lakukan demi aku, anak pertamanya.
Beberapa minggu yang lalu, tepatnya saat aku pulang kampung karena status ku saat ini adalah kos yaitu saat Hari Raya Idul Adha tahun 2013. Aku pulang ke rumah dan kembali tepat saat hari selasa sore. Aku sudah ada janji dengan Aulia, kalian pasti tahu dia adalah anak dari ibu Desma guru mata pelajaran bahasa Indonesia saat SMA. Tentu saja bagi yang satu sekolah dengan ku akan tahu. Kami boncengan. Ada Yuliyanti juga, dia lah teman satu kamar kos dengan ku. Kami saling kenal dari saat masa sekolah dasar, SMP, dan SMA bahkan kami kuliah pun kami satu kos. Kami dekat dari kecil sehingga kami sudah tahu satu sama lain, mulai dari jeleknya sampai ke yang bagusnya.
Karena kami hampir 1 bulan tidak pulang ke dusun, jadi bawaan kami sangat banyak, mulai dari bahan makanan, baju dan lainnya. Bawaan kami depan belakang penuh. Kami melaju dengan santai. Aku ngobrol dengan Aulia. Tepat saat di simpang tugu Polisi Wanita, aku teringat sesuatu, kunci kos. Ya, kunci kos aku yang bawa dan ternyata lupa tidak kumasukkan ke dalam tas. Langsung rem ku pijak. Aku berhenti lalu membongkar tas dan alhasil kunci tak ada di dalam tas. Langsung ku bantig stir, aku belok memutar arah. Aku mmenyuruh Aulia untuk sms pada bapakku agar bisa mengantar kunci kos yang letaknya di tempat gantungan baju, ya seingatku kunci ku gantungkan di tempat itu.
Aku melaju dengan sangat cepat, benar-benar cepat. Sejauh ini aku belum melihat bapakku. Hingga jauh kami belum berpapasan. Handphone ku berdering, ternyata ibu ku menelepon mengatakan bahwa bapakku sudah berangkat mengantar kunci. Hingga jauh, saat aku melaju capat di hampir srtngah jalan pulang, aku melihat sesosok miri bapakku, aku klakson berkali-kali. Namun orang itu tetap melaju. Aku berhenti dan langsung belok arah. Kukejar bapakku, feeling ku mengatakan bahwa itu adalah bapakku. Aku kejar, namun tidak bisa. Seperti kalian tahu, bapakku adalah crosser sejati, meskipun umur sudah tua, tapi bapakku tetap lincah dalam mengendarai motor.
Akhirnya, sampai di tempat di mana aku berhenti saat pertama kali ingat bahwa kunci kos ketinggalan. Ya benar, bapakku sudah ada di sana. Gila memang, bapakku bisa melaju dengan tanpa bisa ku kejar. Akhirnya kami berpisah, aku meneruskan ke kos dan bapakku pulang. Dalam hati, aku bangga punya bapak seperti dia. Meskipun awalnya aku sedikit ragu dengan bapakku, namun sekarang aku percaya. Saat itu lah aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mengecewakan bapakku. Bapak juara nnomor 1 di dunia.
Dia rela berkorban untuk mengantar kunci kos padahal saat itu sudah hampir maghrib. Dan sebelum itu bapakku juga ke Bengkulu tepatnya mengunjungi adik laki-laki ku yang sekarang berada di pesantren pondok kelapa. Aku juga merasa bodoh, mengapa dulu aku tidak masuk pesantren padahal kedua orang tua ku memberi kebebasan. Itu lah aku, bodoh. Jika dulu aku di pesantren, tentu saja aku tidak akan pernah bertemu dengan kamu, tidak pernah. Dan aku tidak akan pernah sakit hati, hati ini terlalu sering sajit karena kamu. Namun, terimakasih telah memberi sakit yang membuat ku belajar dewasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar